Peraturan Sewa Menyewa Rumah menurut Undang-Undang
Terakhir diperbarui 22 Oktober 2024 · 4 min read · by Septian Nugraha
Siapa bilang peraturan sewa menyewa rumah ditetapkan berdasarkan kesepakatan pemilik dan penyewa rumah saja?
Transaksi ini memiliki dasar hukum yang jelas, sehingga dapat dijadikan patokan saat melakukan proses sewa menyewa rumah.
Aturan sewa rumah dibuat untuk melindungi hak dan kewajiban penyewa maupun pemberi sewa, serta menjamin keamanan atas transaksi tersebut.
Selain itu, transaksi sewa menyewa yang tidak mengindahkan peraturan berpotensi menimbulkan konflik di kemudian hari.
Maka itu, simak aturan mengenai sewa menyewa rumah yang berlaku di Indonesia.
Hukum Sewa Menyewa Rumah
Dasar hukum mengenai sewa menyewa rumah mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Pasal 1548–1600.
Seperti dalam Pasal 1548 KUHPer, transaksi sewa-menyewa diartikan sebagai:
“Suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk memberikan kepada pihak lain kenikmatan dari suatu barang, selama suatu waktu tertentu dan dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak yang menyewa.”
Selain KUH Perdata, rujukan lain terkait peraturan sewa menyewa rumah adalah PP No.44 tahun 1994 tentang Penghunian Rumah Oleh Bukan Pemilik.
Beberapa ketentuan yang dapat kita ketahui dari kedua aturan tersebut, ialah:
1. Hukum Mengusir Penyewa Rumah
Dalam Pasal 1338 KUHPer disebutkan, pemilik rumah tidak boleh mengusir penyewa tanpa adanya alasan dan bukti yang jelas.
Alasan dan bukti ini juga merujuk pada perjanjian sewa yang dibuat oleh para pihak.
Misalnya dalam perjanjian sewa disebutkan bahwa penghuni dapat diusir oleh pemilik rumah bila menunggak selama 3 bulan.
Jika demikian, maka penghuni berhak melakukan pengusiran terhadap penyewa karena telah melanggar ketentuan yang telah disepakati.
Karena itu, ketersediaan surat perjanjian sangat penting, agar semua peraturan terkait sewa menyewa tercatat dan diketahui oleh kedua pihak.
Namun, jika pemilik mengusir penyewa tanpa alasan yang jelas, bahkan membuat penyewa merasa tidak nyaman.
Mengacu Pasal 335 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), penyewa dapat mengajukan gugatan dengan delik melanggar hak subjektif orang lain.
2. Hukum Pengembalian Uang Sewa
Berbeda dengan sebelumnya, Pasal 11 PP 44/1994 menjelaskan terkait hukum pembatalan dan pengembalian uang sewa.
Berdasarkan peraturan tersebut, pembatalan perjanjian sewa dapat dilakukan jika salah satu pihak tidak menaati hak dan kewajiban para pihak.
Jika penyewa merasa dirugikan, maka pemilik wajib mengembalikan uang sewa rumah.
Namun, apabila pemilik yang merasa dirugikan, maka penyewa tidak akan menerima pengembalian dana dan wajib mengembalikan rumah tersebut seperti semula.
Surat Perjanjian Sewa Menyewa Rumah
Seperti yang telah disebutkan, penting untuk membuat surat perjanjian saat melakukan transaksi sewa menyewa rumah.
Pasalnya, surat ini berguna sebagai pengikat kesepakatan antara kedua belah pihak.
Agar tidak menimbulkan salah tafsir, isi dalam surat perjanjian sewa rumah harus dibuat se-konkret dan informatif mungkin.
Selain itu, surat perjanjian sewa menyewa rumah terbagi dalam dua jenis, yaitu:
Jenis-Jenis Surat Perjanjian Sewa Menyewa
1. Surat Perjanjian Sewa Menyewa Autentik
Surat perjanjian sewa menyewa autentik adalah dokumen yang dibuat berdasarkan ketentuan undang-undang yang berlaku oleh pejabat umum terkait, seperti notaris.
2. Surat Perjanjian Sewa Menyewa Bawah Tangan
Adapun surat perjanjian di bawah tangan adalah surat perjanjian yang dibuat hanya berdasarkan kesepakatan antara penyewa dan pemberi sewa.
Setidaknya, ada tiga klausul yang harus tertera dalam surat perjanjian sewa rumah, berikut uraiannya.
Klausul dalam Surat Perjanjian Sewa Rumah
1. Hak dan Kewajiban
Ini merupakan klausul yang mengatur hak dan kewajiban penyewa rumah beserta pemberi sewa.
Di dalamnya tercantum sejumlah hal terkait transaksi tersebut, misalnya besaran uang sewa atau biaya deposit.
Selain itu, dalam klausul perjanjian perlu ditegaskan siapa yang akan membayar tagihan biaya selama penyewa menempati rumah, seperti listrik, telepon, dan PDAM.
Bila biaya-biaya tersebut ditanggung oleh pemilik rumah, sebaiknya pemberi sewa meminta uang deposit kepada penyewa pada saat pembayaran pertama kali.
Lantas, bagaimana dengan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), apakah PBB dibayar pemilik atau penyewa?
Terkait hal ini, tidak ada kewajiban bagi penyewa untuk membayar tagihannya, sebab PBB seharusnya menjadi tanggung jawab pemilik rumah secara penuh.
2. Jangka Waktu Sewa
Selain hak dan kewajiban, penting juga untuk mencantumkan klausul jangka waktu sewa menyewa rumah.
Klausul tersebut berfungsi untuk memastikan kapan berakhirnya hak penyewa dalam menempati rumah tersebut.
Dengan begitu, jika penyewa tidak memperpanjang kontrak sewanya, maka dia wajib meninggalkan rumah tersebut dan menyerahkannya kepada pemilik dalam kondisi baik.
Bila penyewa berniat memperpanjang masa sewa, pemilik dan penyewa perlu membuat surat perjanjian sewa rumah baru sesuai aturan sewa menyewa rumah yang berlaku.
3. Penyelesaian Konflik
Terakhir, perlu juga dicantumkan klausul soal penyelesaian konflik.
Adanya klausul ini dapat dijadikan sebagai acuan dalam penyelesaian konflik yang bisa terjadi di kemudian hari.
Dalam sewa menyewa, biasanya penyelesaian konflik dilakukan secara kekeluargaan.
Aspek lain yang sebaiknya tercantum dalam penyelesaian konflik adalah aturan soal boleh atau tidaknya rumah tersebut di-overkontrakan.
Itulah ulasan mengenai aturan sewa menyewa rumah yang penting untuk diketahui.
Punya pertanyaan seputar properti? Yuk, diskusikan di Teras123!
Semoga bermanfaat, ya.