Mengenal SKMHT dan APHT: Arti, Biaya, Perbedaan, hingga Contohnya
r123-share-title
Terakhir diperbarui 13 Nopember 2024 · 4 min read · by Septian Nugraha
SKMHT dan APHT merupakan dua dokumen yang muncul saat mengurus pengajuan pembelian rumah dengan skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Dibandingkan Akta Jual Beli (AJB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM), dokumen legalitas SKMHT dan APHT mungkin belum terlalu familier di masyarakat.
Padahal, fungsi keduanya terbilang sangat penting, sebab berhubungan secara langsung dengan proses pengajuan KPR di bank.
Lantas, apa sih pengertian SKMHT dan APHT? Apa pula perbedaan antara kedua dokumen tersebut? Ketahui ulasan lengkapnya di bawah ini.
Apa Itu APHT?
APHT singkatan dari Akta Pemberian Hak Tanggungan.
APHT adalah dokumen yang menerangkan hak kreditur atau pemberi kredit–dalam hal ini adalah bank, untuk meletakkan hipotek di atas lahan jaminan utang.
Sederhananya, APHT merupakan dokumen yang mengatur segala persyaratan dan ketentuan yang berkaitan dengan pemberian hak tanggungan dari debitur ke kreditur.
Fungsi APHT adalah sebagai jaminan pelunasan utang debitur kepada kreditur, sesuai dengan perjanjian yang sudah disepakati.
Patut diketahui, APHT berbeda dengan surat perjanjian kredit atau pengakuan utang.
Surat perjanjian kredit dibuat oleh bank atau perusahaan pembiayaan rumah, yang berisi keterangan pemberian kredit bagi nasabah.
Di dalam surat perjanjian utang, biasanya tercantum hal-hal terkait jumlah pinjaman, bunga, biaya-biaya, dan lain-lain.
Sementara, surat pengakuan utang adalah dokumen yang menerangkan pernyataan utang-piutang debitur kepada kreditur.
Syarat Pembuatan APHT
Menyusun kesepakatan pemberian hak tanggungan sebagai jaminan debitur akan melunasi utangnya kepada kreditur.
Apabila peminjam tidak sanggup membayar utang, maka objek hak akan menjadi milik pemberi pinjaman.
Dokumen tersebut harus menyertakan informasi terkait identitas, detail utang, dan nilai tanggungan.
Simulasi KPR Bank OCBC
Hitung pembiayaan KPR Bank OCBC dengan bunga terbaik di Rumah123
SKMHT singkatan dari Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.
SKMHT adalah surat kuasa untuk pemberian atau pelimpahan kuasa dari Pemberi Hak Tanggungan (debitur) kepada Penerima Hak Tanggungan (kreditur).
SKMHT dibutuhkan saat Anda membeli rumah dengan sistem kredit dari pengembang atau pemilik sebelumnya, tetapi sertifikat tanahnya masih atas nama developer.
Jika demikian, ketika Anda hendak mengajukan kredit untuk pembelian rumah tersebut, maka pihak bank akan meminta SKMHT dari penjual atau developer.
Syarat Pembuatan SKMHT
Memberikan kuasa untuk hal-hal terkait pembebanan pada hak tanggungan, tanpa memberikan tindakan hukum selain itu.
Tidak memuat kuasa substitusi.
Mencantumkan objek tanggung secara jelas terkait jumlah pinjaman termasuk identitas kreditur dan debitur.
Kapan SKMHT dan APHT Digunakan?
SKMHT diperlukan ketika ada jeda waktu tanah jaminan tidak bisa dibebani hipotek atau APHT karena sertifikatnya masih atas nama developer.
Pihak bank bisa mewakili developer untuk melaksanakan pembebanan hak tanggungan dengan menandatangani APHT.
Apa saja yang tercantum di dalam APHT? Berikut di antaranya:
Syarat-syarat spesialitas
Jumlah pinjaman
Penunjukan objek hak tanggungan
Hal-hal yang dijanjikan (pasal 11 (2) UUHT) oleh kreditur dan debitur, termasuk pula janji Roya Partial (pasal 2 (2) UUHT) dan janji penjualan objek Hak Tanggungan di bawah tangan
Pihak bank atau kreditur akan diberi bukti Hak Tanggungan, yakni Sertifikat Hak Tanggungan yang terdiri dari salinan APHT dan salinan Buku Tanah Hak Tanggungan.
Ingat, sebelum menandatangani APHT, pastikan transaksi jual beli sudah tuntas dan AJB telah ditandatangani.
Perbedaan SKMHT dan APHT
Perbedaan SKMHT dan APHT bisa dilihat dari peran kedua dokumen tersebut.
APHT berperan sebagai dokumen jaminan dari debitur untuk melunasi utangnya kepada kreditur.
Di dalam APHT, segala syarat dan ketentuan mengenai hak tanggungan harus tercantum secara jelas.
Sementara, SKMHT berperan sebagai surat kuasa untuk memberikan hak tanggungan.
Lewat dokumen ini, kreditur dapat membebankan hak tanggungan kepada peminjam, meski hak kepemilikan objeknya belum atas nama peminjam.