Mengenal BP2BT dan Perbedaannya dengan FLPP
Terakhir diperbarui 20 Juni 2024 · 4 min read · by Septian Nugraha
Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), merupakan program bantuan dari pemerintah bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dalam memenuhi kebutuhan akan hunian.
Harga rumah yang terus melambung tak dimungkiri membuat sebagian besar masyarakat, khususnya MBR agak kepayahan untuk memiliki hunian idaman.
Meski ada fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR), tetapi tidak semua golongan masyarakat bisa menikmati fasilitas tersebut.
Biar bagaimana, pengajuan KPR pun membutuhkan biaya awal yang nominalnya cukup besar, untuk membayar uang muka dan biaya lainnya.
Maka itu, pemerintah menanggulangi permasalahan tersebut lewat program bantuan pembiayaan perumahan atau KPR bersubsidi, dengan BP2BT sebagai salah satu produknya.
Baca juga:
4 Daftar Developer Perumahan Bersubsidi Terbaik 2022
Skema Pembiayaan BP2BT
Sesuai dengan namanya, skema pemberian bantuan pembiayaan rumah ini diberikan kepada MBR yang telah memiliki tabungan di bank pelaksana BP2BT.
Bantuan yang diberikan berfokus pada pembiayaan sebagian uang muka rumah, atau sebagian dana untuk pembangunan rumah swadaya melalui kredit atau pembiayaan bank pelaksana.
MBR yang menjadi peserta BP2BT bisa mendapatkan bantuan pembiayaan uang muka hingga Rp40 juta, dengan tenor pinjaman sampai 20 tahun dan bebas premi serta PPN.
Meski bantuan hanya diberikan untuk pembiayaan uang muka, tetapi bukan berarti nilai angsuran yang harus dibayarkan peserta jadi lebih besar.
Memang benar, skema cicilan yang diterapkan kepada peserta BP2BT menggunakan penghitungan bunga komersial.
Namun, outstanding kredit atau sisa pinjamannya tidak terlalu besar, sehingga jumlah angsuran yang harus dibayarkan setiap bulannya tidak terlalu besar.
Agar lebih jelas, berikut adalah simulasi KPR BP2BT:
Iwan membeli rumah subsidi di Mutiara Harmoni 2 seharga Rp168 juta, dengan mengajukan KPR BP2BT dan mendapat bantuan senilai Rp40 juta.
Setelah mendapat bantuan uang muka dari pemerintah, sisa pinjaman Iwan pun tinggal Rp128 juta.
Asumsikan bila pinjaman menerapkan fixed rate 10% selama 10 tahun, lalu 10 tahun sisanya menerapkan floating rate maksimal 12%.
Maka, kisaran jumlah cicilan yang harus dibayarkan Iwan pada setiap bulannya adalah Rp1.232.140 selama masa fix, serta Rp1.337.686 pada masa floating.
Lebih kurang, jumlah cicilan tersebut tidak berbeda jauh bila kamu menjadi peserta program KPR subsidi lainnya, seperti Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
Dilansir dari laman KPR Bank Tabungan Negara (BTN), suku bunga yang ditawarkan adalah 10% fixed pada tahun pertama, 11% fixed pada tahun ketiga, dan 12% pada tahun ketiga.
Sementara di tahun keempat skema cicilan akan menerapkan suku bunga mengambang, dengan tetap memperhatikan batas tertinggi yang ditetapkan pemerintah.
Syarat dan Ketentuan BP2BT
Karena berstatus bantuan dari pemerintah, tentu berlaku sejumlah syarat dan ketentuan.
Pemohon KPR subsidi itu hanya bisa membeli hunian dengan harga Rp150-219 juta untuk rumah tapak, serta Rp288-385 juta untuk rumah susun.
Sementara, untuk rumah yang dibangun secara swadaya berkisar Rp120-155 juta.
Selain itu, ada pula ketentuan mengenai batasan penghasilan bagi penerima bantuan. Batasan tersebut berbeda di setiap wilayah, seperti:
- Zona I (Sumatra, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sulawesi, dan Jawa): Untuk kepemilikan (beli) rumah tapak maksimal penghasilannya Rp6 juta per bulan. Sedangkan rumah susun dengan penghasilan maksimal Rp7 juta per bulan.
- Zona II (Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Maluku Utara, dan Jabodetabek): Memiliki penghasilan maksimal Rp6 juta per bulan untuk kepemilikan (beli) rumah tapak. Sedangkan rumah susun dengan penghasilan maksimal Rp7,5 juta per bulan.
- Zona III (Papua dan Papua Barat): Memiliki penghasilan maksimal Rp6,5 juta per bulan untuk kepemilikan (beli) rumah tapak. Sedangkan rumah susun dengan penghasilan maksimal Rp8,5 juta per bulan.
Baca juga:
Mengenal Spesifikasi Rumah Subsidi serta Jenisnya
BP2BT Vs FLPP
Foto: Kompas.com
Selain BP2BT, adapula FLPP. Ini tergolong sebagai salah program KPR bersubsidi dari pemerintah.
Perbedaan dari kedua program tersebut, ialah dapat dilihat dari skema pemberian bantuannya.
Seperti telah disebutkan, objek bantuan BP2BT adalah uang muka, sementara objek bantuan FLPP adalah keringan nilai bunga pinjaman.
Maksimal bunga yang diterapkan dalam skema cicilan FLPP adalah 5%.
Selain itu, FLPP pun bisa dikombinasikan dengan program Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM).
Karena itu, peserta FLLP yang juga mengajukan SBUM bisa mendapatkan bantuan uang muka sebesar Rp4 juta.
Demikian ulasan mengenai BP2BT dan perbedaannya dengan FLPP. Semoga bermafaat.