Tata Cara Pembatalan Pembelian Rumah oleh Pembeli beserta Dasar Hukumnya
Terakhir diperbarui 20 Oktober 2023 · 4 min read · by Septian Nugraha
Pembatalan pembelian rumah oleh pembeli merupakan hal yang lazim terjadi.
Penyebabnya pun bermacam-macam, mulai dari permasalahan dalam pengajuan KPR, lokasi hunian yang kurang sesuai, hingga riwayat rumah itu sendiri.
Pembatalan pembelian rumah oleh pembeli sah-sah saja, tetapi harus sesuai aturan.
Biasanya, ada dua situasi yang memungkinkan terjadinya pembatalan pembelian rumah oleh pembeli.
Pertama adalah situasi setelah proses penandatanganan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atau PPJB.
Adapun situasi kedua adalah ketika pembatalan dilakukan sebelum akad kredit dalam pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR).
Dasar Hukum Pembatalan Pembelian Rumah oleh Pembeli
Sebelum memulai pembahasan, mari kita asumsikan bahwa pembatalan pembelian rumah oleh pembeli terjadi setelah penandatanganan PPJB dan pembayaran DP.
Hal tersebut diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 11/PRT/M/2019 Tahun 2019 mengenai Sistem Perjanjian Pendahuluan Jual Beli Rumah.
Mengenai status DP yang telah dibayarkan, perhatikan pasal 13 ayat 1 dan 2 dalam Permen PUPR Nomor 11/PRT/M/2019.
Pasal 13 ayat 1 menjelaskan terkait situasi pembatalan pembelian rumah setelah penandatanganan PPJB akibat kelalaian penjual.
“Dalam hal pembatalan pembelian rumah setelah penandatanganan PPJB karena kelalaian pelaku pembangunan (penjual), maka seluruh pembayaran yang telah diterima harus dikembalikan kepada pembeli.”
Artinya bila kelalaian pembatalan pembelian disebabkan oleh penjual, pembeli berhak menuntut pengembalian seluruh pembayaran yang sudah diberikan.
Sementara, pasal 13 ayat 2 menjelaskan terkait pembatalan pembelian rumah kerana kelalaian pembeli.
Terdapat dua poin aturan yang ditekankan, yakni;
“Dalam hal pembatalan pembelian Rumah setelah penandatanganan PPJB karena kelalaian pembeli, maka:
- Jika pembayaran telah dilakukan pembeli paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari harga transaksi, keseluruhan pembayaran menjadi hak pelaku pembangunan (penjual); atau
- Jika pembayaran telah dilakukan pembeli lebih dari 10% (sepuluh persen) dari harga transaksi, pelaku pembangunan (penjual) berhak memotong 10% (sepuluh persen) dari harga transaksi.”
Maksudnya, jika pembayaran yang dilakukan pembeli nilainya hanya mencapai 10% dari harga transaksi, maka pihak penjual berhak untuk tidak melakukan pengembalian dana yang sudah dibayarkan.
Akan tetapi, bila besaran dana yang dibayarkan nilainya lebih dari 10%, pembeli berhak meminta pengembalian uang muka namun dipotong 10% oleh penjual.
Misalnya pembeli telah menyetorkan uang muka sebesar 40% dari nilai transaksi.
Maka, pembeli berhak mendapatkan pengembalian sebesar 30%, sementara 10%-nya lagi menjadi hak penjual.
Begini Tata Cara Pembatalan PPJB
Lantas, bagaimana tata cara pembatalan jual beli rumah oleh pembeli setelah PPJB?
Dilansir dari situs Hukumonline.com, pembatalan PPJB dapat dilakukan sesuai ketentuan yang tercantum dalam poin syarat pembatalan dalam PPJB.
Baca juga:
Peraturan Sewa-Menyewa Rumah, Apakah Ada Hukumnya?
Ada berbagai kemungkinan dan faktor terkait pembatalan yang diatur di dalam perjanjian, di antaranya:
1. Penyebutan Alasan Pemutusan Perjanjian
Dalam surat perjanjian, biasanya akan tercantum sejumlah pasal yang berkenaan dengan pemutusan atau pembatalan.
Kecenderungannya tidak semua kelalaian dapat menyebabkan putusnya perjanjian, tetapi hanya wanprestasi yang disebutkan dalam perjanjian saja.
Karena itu, untuk mengetahui lebih detail soal syarat pembatalan perjanjian, Anda harus cermat dalam melihat klausul perjanjian.
2. Perjanjian dapat Diputus dengan Kesepakatan Kedua Belah Pihak
Dalam sebuah perjanjian, terkadang ada penyebutan bahwa pemutusan dapat terealisasi jika disetujui oleh kedua belah pihak.
Namun, ini hanya sebagai penegasan karena tanpa penyebutan tersebut, perjanjian dapat diterminasi jika kedua pihak sudah menyetujuinya.
3. Penyampingan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
Tidak semua perkara pemutusan perjanjian harus diselesaikan secara hukum di pengadilan.
Undang-Undang (UU) memang mengatur soal penyelesaian masalah ini melalui Pasal 1266 Kitab UU Hukum Perdata.
Akan tetapi, kedua belah pihak yang terlibat sejatinya bisa langsung memutuskan pembatalan perjanjian dengan mengesampingkan Pasal 1266 KUHPerdata.
Perlu digarisbawahi, pihak yang tidak memenuhi kewajibannya harus terlebih dulu diberi peringatan.
Peringatan ini berlaku dua hingga tiga kali, jika tidak diindahkan maka salah satu pihak dapat memutuskan perjanjian.
Lebih lanjut, proses pembatalan jual beli rumah oleh pembeli juga sebaiknya diajukan pula ke dalam surat pembatalan pembelian rumah.
Berikut contoh surat pembatalan pembelian rumah oleh pembeli:
Pembatalan Pembelian Rumah KPR
Lantas, bagaimana apabila pembatalan pembelian rumah dilakukan setelah mengajukan KPR ke bank.
Pembatalan pembelian rumah KPR oleh pembeli bisa saja dilakukan, selama pengajuan pembatalan dilakukan sebelum terjadinya akad kredit atau terbitnya SP3K.
Meski begitu, tetap ada konsekuensi yang harus ditanggung oleh pembeli.
Salah satu konsekuensi pembatalan KPR oleh konsumen sebelum akad kredit adalah, hangusnya sejumlah biaya yang sudah dibayar, seperti booking fee dan bea appraisal.
Namun, bagaimana apabila pembatalan rumah KPR dilakukan setelah akad kredit? Besar kemungkinan pengajuan pembatalan akan ditolak bank.
Pasalnya dalam akad kredit, biasanya pihak notaris/PPAT telah mengajukan proses balik nama sertifikat rumah.
Satu-satunya cara membatalkan KPR setelah akad kredit adalah dengan mengoper kredit rumah tersebut kepada pihak lain.
Itulah ulasan terkait pembatalan pembelian rumah oleh pembeli yang perlu diketahui.
Punya pertanyaan seputar properti? Yuk, Tanya Rumah123 di sini!
Baca juga: