Mengenal Koefisien Dasar Bangunan (KDB) beserta Cara Menghitungnya
Terakhir diperbarui 15 Oktober 2024 · 5 min read · by Septian Nugraha
Koefisien dasar bangunan atau KDB adalah faktor yang harus diperhatikan dalam setiap proses pembangunan, baik gedung bertingkat maupun rumah.
Pembangunan gedung atau rumah tidak bisa dilakukan sembarangan, prosesnya harus mengikuti regulasi dan aturan yang sudah ditetapkan pemerintah.
Salah satunya berkenaan dengan KDB, yang mengatur besaran luas bangunan yang menutupi permukaan tanah agar tercipta tata ruang kota terkendali.
Aturan tersebut harus dipatuhi, jika melanggar maka akan ada sanksi dari pemerintah bagi pelaku pembangunan dan pemilik bangunan.
Lantas, apa itu KDB dan fungsinya secara luas? Lalu, bagaimana cara menghitungnya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, baca ulasan lengkapnya di bawah ini.
Mengenal Apa Itu KDB
Pengertian mengenai KDB dijelaskan secara rinci dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005.
Disebutkan dalam Pasal 1 poin 8 beleid tersebut, bahwa:
“Koefisien dasar bangunan atau KDB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.”
Sederhananya, koefisien dasar bangunan adalah batas maksimal lahan yang boleh dibangun dalam suatu bidang tanah.
Baca juga:
Mengenal Jaminan Pemeliharaan Konstruksi, Garansi Kerusakan Bangunan
Tujuan dan Fungsi KDB
Aturan mengenai KDB tentu dibuat bukan tanpa alasan, tetapi ada sejumlah fungsi krusial yang berhubungan dengan tata ruang kota di suatu wilayah.
Selain mengatur besaran luas bangunan yang menutupi permukaan tanah, berikut sejumlah fungsi koefisien dasar bangunan:
1. Menciptakan Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Seperti yang telah disebutkan di atas, tujuan dari koefisien dasar bangunan adalah untuk mengatur luasan bangunan yang menutupi permukaan tanah.
Karena itu, KDB mengharuskan kontraktor, developer atau pemilik bangunan untuk menyisakan lahan dari pembangunan tersebut sebagai ruang terbuka hijau (RTH), demi menjaga lingkungan sekitar.
2. Menjaga Daerah Resapan Air
Fungsi lain dari KDB adalah menjaga resapan air di lingkungan sekitar, sehingga dalam proses pembangunannya tetap harus ada lahan tersisa sebagai daerah resapan air.
Selain menjaga ketersediaan air untuk masa depan, tujuannya adalah untuk mencegah banjir.
3. Membatasi Ketinggian Gedung
KDB juga mengatur batas ketinggian maksimal gedung.
Apalagi untuk pembangunan di beberapa kawasan, misalnya wilayah dekat bandara.
Tinggi gedung di kawasan itu harus dibatasi, jika tidak maka berisiko mengganggu lalu lintas penerbangan.
Baca juga:
Syarat IMB, Mulai dari Dokumen hingga Cara Mengurusnya
Ketentuan Koefisien Dasar Bangunan
Patut diketahui, nilai KDB di setiap daerah atau wilayah berbeda-beda.
Hal tersebut dikarenakan setiap wilayah memiliki peruntukan lahan yang berbeda.
Terkait besaran nilai KDB, biasanya tercantum dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) masing-masing wilayah.
Di dalam RDTR, Anda bisa dengan mudah menemukan besaran koefisien dasar bangunan.
Nah, angka-angka tersebut menunjukkan persentase pembangunan yang boleh dilakukan di wilayah tersebut.
Misalnya Anda hendak membangun perumahan di wilayah X, yang diketahui memiliki nilai KDB 60.
Artinya, hanya 60% dari total lahan di kawasan tersebut yang boleh dibangun gedung atau rumah.
Adapun 40% sisanya harus dijadikan RTH dan daerah resapan air.
Kemudian, apabila dalam RDTR Anda menemukan daerah dengan nilai KDB 0, maka yang harus dipahami adalah daerah tersebut tidak boleh dilakukan pembangunan.
Adapun mengenai ketentuan KDB, seluruhnya diatur oleh pemerintah berdasarkan Lampiran I Permen ATR/BPN No. 17 tahun 2017, yang meliputi:
- Perhitungan luas lantai bangunan adalah jumlah luas lantai yang diperhitungkan sampai batas dinding terluar;
- Luas lantai ruangan beratap yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding yang tingginya lebih dari 1,20 meter di atas lantai ruangan tersebut dihitung penuh 100%;
- Luas lantai ruangan beratap yang bersifat terbuka atau yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding tidak lebih dari 1,20 meter di atas lantai ruangan dihitung 50%, selama tidak melebihi 10% dari luas denah yang diperhitungkan sesuai dengan KDB yang ditetapkan;
- Teras tidak beratap yang mempunyai tinggi dinding tidak lebih dari 1,20 meter di atas lantai teras tidak diperhitungkan sebagai luas lantai;
- Dalam perhitungan KDB luas tapak yang diperhitungkan adalah yang dibelakang GSJ;
- Untuk pembangunan yang berskala kawasan (superblok), perhitungan KDB adalah dihitung terhadap total seluruh lantai dasar bangunan dalam kawasan tersebut terhadap total keseluruhan luas kawasan.
Cara Menghitung KDB
Lantas, bagaimana cara agar kita mengetahui bangunan yang dibangun tidak melanggar nilai KDB?
Anda bisa melakukan perhitungan secara mandiri dalam proses perencanan pembangunan.
Cara menghitung KDB bisa mengikuti rumus berikut ini;
Rumus KDB = (Luas Lantai Dasar : Luas Lahan) X 100%.
Misalnya Anda membangun gedung seluas 200 meter persegi di atas lahan seluas 500 meter persegi.
Maka, perhitungannya adalah sebagai berikut;
(200 : 500) X 100% = 40%.
Apabila nilai KDB di wilayah tersebut adalah 40, maka bangunan itu tidak melanggar KDB.
Namun, bagaimana konsekuensinya bila membangun gedung atau rumah melebihi KDB?
Sanksi yang diberikan mungkin bermacam-macam mulai dari pemberian surat peringatan, penarikan surat izin, hingga pemberian denda dan penggusuran bangunan.
Baca juga:
Syarat dan Cara menjadi Developer Properti Perumahan yang Benar
Perbedaan KDB dan KLB
Selain koefisien dasar bangunan, dikenal pula istilah koefisien lantai bangunan atau KLB.
Banyak orang menganggap KDB dan KLB adalah hal yang sama, tetapi sejatinya keduanya itu berbeda.
Seperti telah disebutkan, KDB mengatur persentase antara luas bangunan dengan luas tanah yang tersedia.
Sementara, KLB mengatur persentase antara seluruh lantai bangunan dengan luas tanah yang tersedia.
Dengan kata lain, KLB hanya mengatur ketinggian gedung yang boleh dibangun di daerah tertentu.
Cara Menghitung KLB
Cara menghitung KLB bisa dilakukan dengan rumus berikut ini;
Luas tanah yang dapat dibangun x KLB.
Contohnya bila Anda hendak membangun gedung di lahan seluas 10 ribu meter persegi di wilayah Y.
Dapat diketahui bahwa KLB disyaratkan sebesar 4,5.
Nah, untuk mengetahui KLB yang sesuai, maka cara perhitungannya adalah;
10.000 m2 x 4,5 = 45.000 m2
Jadi, total luas lantai bangunan yang diperbolehkan di daerah tersebut adalah 45.000 m2.
Itulah ulasan lengkap mengenai pengertian dan cara menghitung koefisien dasar bangunan.
Punya pertanyaan lain seputar properti? Yuk, diskusikan di Teras123!
Semoga informasi ini bermanfaat.