Kekuatan Hukum Jual Beli Tanah dengan Kwitansi, Apakah Sah? Begini Dasar Hukumnya!
Terakhir diperbarui 28 Oktober 2024 · 3 min read · by Septian Nugraha
Praktik jual beli tanah dengan tanda bukti transaksi berupa kwitansi, mungkin masih kerap terjadi di kalangan sebagian masyarakat Indonesia.
Sebagaimana diketahui, kwitansi adalah surat bukti penerimaan uang atau dokumen yang berfungsi sebagai bukti pembayaran dalam proses jual beli barang.
Oleh karena itu, kwitansi kerap dianggap sebagai tanda bukti sah dalam transaksi jual-beli barang.
Namun, apakah hal tersbeut juga berlaku dalam jual beli tanah yang prosesnya memerlukan asas tunai dan terang?
Lalu, bagaimana kekuatan hukum jual beli tanah dengan kwitansi? Untuk mengetahui jawabannya, berikut ulasan mengenai kekuatan hukum jual beli tanah dengan kwitansi.
Kekuatan Hukum Jual Beli Tanah dengan Kwitansi
Menurut buku Aspek Hukum Peralihan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang ditulis oleh Andy Hartanto, jual beli tanah dengan kwitansi memang tidak dilarang.
Namun, hal tersebut akan menimbulkan kesulitan ketika akan mendaftarkan hak atas tanahnya ke kantor pertanahan.
Pasalnya, pendaftaran tanah diperlukan untuk membuktikan adanya hak atas tanah sehingga akan jelas siapa yang berhak atas tanah tersebut.
Seperti yang telah kita ketahui, jual beli tanah haruslah memenuhi asas tunai dan terang.
Hal tersebut sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA).
Di dalam beleid tersebut, dijelaskan bahwa asas tunai adalah penyerahan hak dan pembayaran harga tanah dilakukan pada saat yang sama.
Arti tunai dalam asas ini sejatinya bukan merujuk pada pelunasan harga tanah yang harus dilakukan seketika, tetapi merujuk pada pembayaran sesuai harga yang telah disepakati bersama.
Dengan demikian, asas tunai tetap terpenuhi meski pembayaran dilakukan secara kredit.
Sementara, asas terang adalah jual beli tanah yang dilakukan secara terbuka dan tidak ditutupi.
Asas terang ini terpenuhi ketika jual beli tanah dilakukan dihadapan dihadapan PPAT.
Artinya, jual-beli tanah baru memenuhi asas terang apabila telah dibuatkan Akta Jual Beli (AJB) oleh PPAT atau Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Terkait jual beli tanah dengan kwitansi, hal tersebut sah-sah saja dilakukan.
Hal itu merujuk pada Pasal 1320 KUH Perdata Jo Pasal 1457 KUH Perdata.
Intinya, beleid tersebut menyebut bahwa bukti kwitansi dalam transaksi jual beli tanah tetaplah sah.
Pasalnya, jual beli dengan kwitansi tetap dianggap telah memenuhi unsur jual beli, serta memenuhi asas tunai seperti yang disebutkan dalam Pasal 5 UUPA.
Hanya saja, kekuatan hukum jual beli tanah dengan kwitansi tidaklah kuat.
Transaksi tersebut masih dianggap di bawah tangan karena belum memenuhi asas terang.
Jika timbul sengketa, jual beli tanah dengan alat bukti kwitansi masih bisa disangkal.
Baca juga:
Inilah 8 Contoh Kwitansi Jual Beli Tanah yang Sah, Sudah Tahu?
Bisakah Mengurus Sertifikat Tanah dengan Bukti Kwitansi?
Selain kekuatan hukum jual beli tanah dengan kwitansi yang terbilang lemah, transaksi tanah di bawah tangan pun memiliki sejumlah risiko lain.
Salah satunya adalah pembeli tidak bisa langsung mengurus balik nama sertifikat tanah tersebut, sebab AJB-nya belum dibuatkan oleh PPAT.
Patut diketahui, AJB merupakan syarat mutlak yang harus disertakan dalam proses pendaftaran dan pembuatan sertifikat tanah ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Tanpa adanya AJB, muskil bagi BPN menerbitkan sertifikat tanah, sebab transaksi tersebut belum memenuhi salah satu syarat sahnya jual beli tanah.
Jadi, ketika transaksi tanah rampung, pembeli dan penjual harus segera mengurus pembuatan AJB ke PPAT.
Kwitansi bukanlah bukti kepemilikan seseorang atas tanah dan bangunan.
Kepemilikan atas tanah dan bangunan harus dibuktikan dengan sertifikat tanah.
Baca juga:
Contoh Kwitansi Pembayaran DP Rumah (Download)
Itulah penjelasan mengenai kekuatan hukum jual beli tanah dengan kwitansi di Indonesia.
Punya pertanyaan lain seputar properti? Yuk, diskusikan di Teras123!
Semoga informasi di atas bermanfaat.