Mengenal Seluk-Beluk Hukum Properti di Indonesia
Terakhir diperbarui 06 September 2024 · 5 min read · by Septian Nugraha
Hukum properti merupakan aspek penting yang harus dipahami, terutama oleh mereka yang bergelut dalam bidang tersebut seperti developer hingga agen properti.
Hukum properti dapat diartikan sebagai aturan baku yang mengatur pengendalian atas tanah dan/atau bangunan, baik dalam transaksi jual-beli maupun sewa-menyewa.
Salah satu tujuan diberlakukannya hukum properti adalah, untuk melindungi hak dan kewajiban para pemilik properti itu sendiri.
Mengingat, jika dilihat dari sudut pandang penilaian, properti sebenarnya dapat diartikan sebagai aspek legal, hak dan manfaat atas kepemilikan terhadap tanah dan bangunan.
Maka itu, aspek ini juga sebaiknya dipahami oleh masyarakat umum, apalagi bagi mereka para pemilik maupun pemburu properti.
Baca juga:
Pahami Peraturan Tanah Kavling dalam Proses Jual Beli
Aspek Hukum Properti di Indonesia
Ada banyak produk hukum properti di Indonesia yang dituangkan melalui peraturan perundang-undangan.
Pun dengan peraturan pelaksana seperti Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Menteri (Permen), hingga Peraturan Daerah (Perda).
Produk hukum tersebut menaungi banyak aspek dalam hukum properti, di antaranya:
1. Aspek Perizinan
Perizinan merupakan aspek dengan cakupan yang luas lantaran mengatur banyak hal, mulai dari Izin Pemanfaatan Tanah (IPT) hingga Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
IPT merupakan izin yang wajib dikantongi developer saat hendak mengembangkan sebuah kawasan menjadi perumahan ataupun kota mandiri.
Landasan hukum mengenai IPT diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksana lainnya, seperti:
Undang-Undang No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), hingga UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
Adapun IMB merupakan izin yang diberikan kepada pemilik lahan untuk mendirikan bangunan di atas lahan miliknya.
Peraturan mengenai izin mendirikan bangunan diberlakukan agar pembangunan yang dilakukan sesuai ketentuan.
Maka itu, pengajuan IMB harus melampirkan berbagai aspek berkenaan teknis pembangunannya.
Supaya pembangunan memenuhi syarat, baik dari aspek planologi, lingkungan, hingga pertanahan.
Landasan hukum mengenai IMB diatur dalam UU No.28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Akan tetapi sejak 2021, Pemerintah Indonesia telah menghapus aturan terkait IMB, yang kemudian diganti dengan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Perubahan tersebut diatur lewat PP No.16 Tahun 2021.
Nah, jika sedang mencari hunian dengan legalitas lengkap dan aman, ada banyak rekomendasinya Rumah123, sepeti Metland Transyogi dan Green Lake Natural Living Surabaya.
Baca juga:
Mengenal SIPPT dan IPPT Beserta Cara Mengurusnya
2. Aspek Kepemilikan
Hukum properti juga mengatur aspek kepemilikan yang memuat hal-hal terkait kepastian objek, subjek, hingga dasar hukum kepemilikannya.
Terdapat lima hak kepemilikan properti di Indonesia, terdiri dari hak milik, hak guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan hak pengelolaan.
A. Hak milik
Merupakan hak penuh atas tanah dan/atau bangunan yang dimiliki. Ini adalah hak kepemilikan tertinggi atas aset properti.
Sangat disarankan bagi Anda yang ingin membeli properti, khususnya rumah dengan status hak milik.
Properti dengan hak milik dapat diwariskan dan dijadikan jaminan utang.
Selain itu, hak milik pun bersifat lekang waktu, artinya status kepemilikannya tidak terbatas waktu.
Bukti legal hak milik didokumentasikan dalam Sertifikat Hak Milik (SHM).
B. Hak guna bangunan
Ini adalah hak yang diberikan kepada seseorang untuk mendirikan dan memanfaatkan bangunan yang berdiri di atas tanah bukan miliknya.
Berbeda dengan hak milik, perorangan atau badan usaha yang diberikan hak guna bangunan hanya memiliki hak atas bangunannya saja.
Selain itu, hak ini juga terbatas waktu. Jangka waktu penggunaan paling lama 30 tahun, serta dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun.
C. Hak guna usaha
Hak guna usaha merupakan hak yang diberikan oleh negara kepada seseorang atau badan usaha untuk mengusahakan tanah yang dikuasai negara untuk usaha pertanian, perikanan, dan peternakan.
Sama halnya dengan hak guna bangunan, hak guna usaha juga terbatas waktu.
Jangka waktu hak guna usaha adalah 35 tahun, dapat diperpanjang hingga maksimal selama 25 tahun.
D. Hak pakai
Ini adalah hak yang diberikan kepada seseorang atau badan usaha, untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai negara atau lahan milik orang lain.
Hak pakai diberikan oleh pejabat negara berwenang atau pemilik tanah berdasarkan perjanjian yang sudah dibuat.
E. Hak pengelolaan
Ini adalah hak yang diberikan kepada seseorang atau badan usaha, untuk mengelola tanah negara yang dikuasai oleh suatu badan pemerintah.
Landasan hukum mengenai hak kepemilikan properti juga termuat dalam UUPA No.5/1960.
Adapun peraturan turunan mengenai hak milik salah satunya diatur dalam Peraturan Pemerintah No.40/1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.
Baca juga:
Mengenal 5 Bukti Kepemilikan Tanah Selain Sertifikat
3. Aspek Perpajakan
Aspek lain yang juga diatur dalam hukum properti adalah perpajakan.
Pajak merupakan kewajiban yang harus ditaati oleh para pemilik properti.
Ada tiga komponen pajak properti, yang terdiri dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPh), dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Ketiga jenis pajak tersebut memiliki landasan hukum yang diatur dalam peraturan perundang-undangan dan peraturan pelaksana.
PBB misalnya, ketentuannya diatur dalam UU No.12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas UU No.12 Tahun 1985 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Adapun PPh, diatur dalam UU No.36 Tahun 2008, tentang Perubahan Keempat Atas UU No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.
Sementara landasan hukum BPHTB, diatur dalam UU No.1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU BPHTB terbaru).
Baca juga:
Inilah 9 Jenis Pajak Rumah Terbaru yang Wajib Diketahui
4. Aspek lainnya
Selain keempat aspek tersebut, hukum properti juga mengatur hal-hal terkait transaksi jual-beli maupun sewa-menyewa.
Kemudian, ada pula hukum properti yang membahas aturan-aturan mengenai jenis properti tertentu.
Misalnya UU No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun atau Permen Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No.242/KPTS/M/2020 tentang rumah subsidi.
Itulah ulasan mengenai seluk beluk hukum properti di Indonesia yang penting diketahui.
Semoga informasi ini bermanfaat.