Sejarah Taman Sriwedari dan Kondisinya saat Ini, Masih Layak Dikunjungi?

Taman Sriwedari adalah taman hiburan rakyat legendaris, sekaligus ikon budaya Kota Solo. 

Dilansir dari berbagai sumber, Taman Sriwedari dibangun pada sekitar tahun 1899 oleh Sultan Kasunanan Surakarta, Sri Susuhunan Pakubuwana X. 

Pembangun Taman Sriwedari dimaksudkan sebagai destinasi wisata rekreasi yang bisa dinikmati masyarakat umum, sentana keraton, dan abdi dalam. 

Dalam perjalannya, fungsi Taman Sriwedari terus berkembang hingga menjadi pusat penyebaran dan studi kebudayaan Solo. 

Ditandai dengan pembangunan sejumlah infrastruktur pendukung mulai dari bioskop, gedung pagelaran wayang dan musik, stadion, hingga museum. 

Sekelumit Kisah Taman Sriwedari

Meski baru dibangun pada masa pemerintahan Pakubuwana X, konon kisah tentang Taman Sriwedari sudah ada sejak era kepemimpinan Pakubuwono II. 

Kisahnya tersebut berkaitan dengan pemindahan ibu kota dan pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Islam, dari Keraton Kartasura ke Keraton Surakarta pada 1745. 

Perpindahan tersebut terjadi akibat pemberontakan Geger Pecinan pada 1942, peristiwa yang menyebabkan Keraton Kartasura hancur. 

Situasi tersebut membuat Pakubuwana II memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan kerajaan ke sebuah daerah bernama Desa Sala, yang kini dikenal Solo. 

Dalam menentukan titik lokasi dibangunnya keraton baru, Pakubuwana II melepaskan seekor gajah dari Keraton Kartasura dengan diiringi para abdi dalem keraton.

Sesampainya di Desa Sala, gajah tersebut berhenti di sebuah titik yang konon merupakan lokasi Taman Sriwedari sekarang. 

Awalnya, Pakubuwono II hendak membangun keraton baru di lokasi gajah tersebut berhenti. 

Akan tetapi, niat tersebut urung terlaksana lantaran adanya ramalan yang menyebut, keraton tidak akan langgeng jika didirikan di lokasi gajah itu berhenti. 

Kemudian, titik lokasi bakal keraton pun digeser ke lokasi berdirinya Keraton Surakarta saat ini. 

Venue PON I 1948

Selain difungsikan sebagai taman hiburan rakyat dan pusat penyebaran kebudayaan Solo, Taman Sriwedari pun pernah dijadikan venue Pekan Olahraga Nasional (PON) I 1948. 

Gelaran pertama PON diadakan di Surakarta karena kota ini memiliki infrastruktur olahraga mumpuni, salah satunya Stadion Sriwedari yang berada di kompleks Taman Sriwedari.

Stadion kandang pertama Persis Solo ini berstatus sebagai stadion tertua di Indonesia. 

Selain stadion, Taman Sriwedari juga dilengkapi berbagai fasilitas olahraga lain, salah satunya adalah kolam renang. 

Sengketa Taman Sriwedari

Meski dianggap sebagai ikon Kota Solo, kondisi Taman Sriwedari saat ini terbilang memprihatinkan. 

Sejak 2017, taman tersebut terbengkalai lantaran sengketa lahan yang tak kunjung selesai. 

Sengketa lahan Taman Sriwedari sejatinya sudah berlangsung sejak 1970-an, serta memiliki akar masalah yang terbilang pelik. 

Sengketa tersebut melibatkan pihak keluarga ahli waris RMT Wirjodiningrat selaku penggugat dan Pemerintah Kota Solo selaku tergugat.

Dilansir dari berbagai sumber, gugatan atas lahan Taman Sriwedari diajukan oleh 11 trah RMT Wirjodiningrat pada 1970. 

Dari gugatan tersebut, diputuskan bahwa lahan seluas 9,9 hektare yang menjadi lokasi berdirinya Taman Sriwedari menjadi milik ahli waris RMT Wirjodiningrat. 

Namun Pemkot Solo tidak tinggal diam, segala upaya hukum terus dilakukan untuk mendapatkan kembali hak atas tanah Taman Sriwedari hingga saat ini. 

Dalam wawancara bersama sejumlah media, Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka optimistis sengketa Taman Sriwedari akan segera berakhir. 

Pihaknya pun sudah menyiapkan sejumlah rencana untuk revitalisasi, agar Taman Sriwedari bisa difungsikan kembali sebagai destinasi wisata bagi masyarakat.

Septian Nugraha

Jurnalis sepak bola yang hijrah menjadi penulis properti. Lebih sering menulis hal-hal tentang hukum properti. Memiliki kemampuan juga dalam bidang fotografi, desain grafis, dan video editing.