Cimahi
Cimahi memiliki sejarah panjang sebagai garnisun. Cek selengkapnya!
Cimahi adalah kota otonom yang berada di Provinsi Jawa Barat, yang termasuk ke dalam kawasan Bandung Raya.
Secara geografis, kota ini terletak di tengah Kabupaten Bandung, Kota Bandung dan Kabupaten Bandung Barat.
Sampai pada 1935, status Cimahi masih berupa sebuah kecamatan yang terletak di Bandung.
Barulah pada 1962, dibentuk sebuah Kawedanan Cimahi yang mencakup Kecamatan Cimahi, Padalarang, Batujajar, dan Cipatat.
Kota Cimahi sempat menjadi bagian dari Kabupaten Bandung, sampai ditetapkan menjadi kota administratif (kotip) pada tanggal 29 Januari 1976.
Hal itu menjadikan Cimahi sebagai kotip pertama di Jawa Barat dan ketiga di Indonesia.
Baru pada tanggal 21 Juni 2001, Cimahi ditetapkan sebagai kota otonom.
Nama Cimahi berasal dari bahasa Sunda, yakni cai mahi yang berarti “air yang cukup.”
Dulu, wilayah Cimahi merupakan sumber air yang tidak pernah ada habisnya walau sudah dipakai penduduk untuk berbagai keperluan hidup.
Meskipun sumber air itu sudah tidak ada lagi, nama Cimahi tetap melekat pada kota ini.
Cimahi mulai dikenal di masa pemerintahan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels tahun 1811.
Saat itu, Daendels membangun pos penjagaan yang posisinya berada di Alun-alun Cimahi saat ini.
Puluhan tahun kemudian, pasukan militer Belanda berencana untuk membentuk sebuah pangkalan militer di daerah yang agak terpelosok.
Mereka pun memilih Cimahi karena letaknya dianggap strategis untuk pertahanan.
Antara tahun 1874-1893, Stasiun Cimahi dibangun bersamaan dengan jalur kereta api Bandung-Cianjur.
Dalam kurun waktu yang sama, sudah ada tiga batalion yang berdiri di Cimahi, yaitu Infanteri, Genie (Zeni), dan Artileri.
Kemudian pada 1886, dibangun juga pusat pendidikan militer beserta fasilitas-fasilitasnya, seperti Rumah Sakit Dustira dan penjara militer.
Setelah jalur Bandung-Cianjur selesai dibangun pada 1900, jalur kereta lain juga dibuat yakni dari Batavia-Bandung yang melewati Cimahi.
Selain dijadikan sebagai pangkalan militer, Cimahi juga dibangun sebagai gerbang pertahanan untuk melindungi Pangkalan Udara Militer di Andir, Bandung.
Hingga saat ini, Cimahi mendapat julukan Kota Tentara karena sejarahnya sekaligus kehadiran garnisun di beberapa titik kota ini.
Kampung Adat Cireundeu merupakan salah satu desa adat yang terletak di Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa Barat.
Cireundeu sendiri berasal dari nama “pohon reundeu,” karena ada banyak pohon reundeu di sekitarnya.
Sebagian besar penduduknya memeluk dan memegang teguh kepercayaan Sunda Wiwitan.
Mereka memiliki prinsip “Ngindung Ka Waktu, Mibapa Ka Jaman.”
Arti kata dari Ngindung Ka Waktu adalah, kita sebagai warga kampung adat memiliki cara, ciri dan keyakinan masing-masing.
Sedangkan Mibapa Ka Jaman memiliki arti, masyarakat Kampung Adat Cireundeu tidak melawan akan perubahan zaman tapi mengikutinya.
Keunikan dari masyarakat adat ini adalah kebiasaan mereka dalam mengonsumsi singkong sebagai makanan pokok, alih-alih beras.
Kampung Adat Cireundeu menjadi salah satu destinasi wisata yang populer di Kota Cimahi.
Wisatawan dapat mengunjungi rumah adat, Situs Karuhun, serta menikmati kesenian tradisional yang ditampilkan oleh masyarakat setempat.
Selain itu, di kampung adat Cireundeu juga terdapat beberapa toko yang menjual oleh-oleh berbahan baku singkong.
Dewasa ini, ada wacana untuk menjadikan Stasiun Padalarang Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebagai stasiun hub, yang bersisian dengan jalur lama KAI di Padalarang.
Selain itu, KAI juga sedang menyiapkan KA Feeder beserta ruang tunggunya, yang akan berhenti di Stasiun Cimahi dan Bandung.
Layanan tersebut disediakan untuk memudahkan pelanggan Kereta Api Cepat yang ingin melanjutkan perjalanan ke wilayah Cimahi maupun pusat Kota Bandung.
Seperti diketahui, Kota Cimahi dilewati oleh megaproyek satu ini.
Keberadaan kereta cepat mampu mendongkrak potensi investasi properti di wilayah Cimahi.