Saat berkunjung ke Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, rasanya kurang lengkap kalau belum mampir ke Pasar Nguter Sukoharjo.
Julukan Sukoharjo sebagai Kota Jamu berasal dari pasar jamu ini, yang terletak di Dusun II, Nguter, Kecamatan Nguter, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Memang, sejak dulu Desa Nguter telah terkenal dengan produksi jamunya.
Sejak tahun 1965, Nguter kesohor sebagai tempat penghasil jamu gendong, sampai-sampai ada patung jamu gendong berukuran besar di depan pintu masuknya.
Patung dengan ukuran 1,6 meter ini sekarang menjadi ikon dari Kabupaten Sukoharjo.
Namun, ada sejarah panjang tentang Pasar Jamu Nguter, yang berhubungan erat dengan tradisi minum jamu di Jawa Tengah.
Pada tahun 2015, Ketua Koperasi Jamu Indonesia (Kojai) Sukoharjo Suwarsi Murtedjo, menjelaskan sejarah dicanangkannya Kampung Jamu Tradisional Nguter.
Sampai tahun 1994, jumlah peracik atau pengusaha jamu tradisional di Pasar Nguter Sukoharjo sendiri hanya berjumlah 15 orang.
Untuk mewadahi pengusaha jamu, maka pada 30 Juli 1995 didirikan Kojai di Sukoharjo dengan anggota minimal 20 pengusaha jamu.
Banyak anggota Kojai asal Desa Nguter yang kemudian merantau ke Jakarta, sehingga jamu tradisional asal Nguter semakin dikenal.
Sementara itu, Kojai Sukoharjo terus mengembangkan sayapnya dengan berkantor di sebelah barat Pasar Soekarno Sukoharjo.
Saat ini, jumlah keseluruhan pengusaha serta pedagang jamu baik skala kecil, menengah, dan cukup besar di Sukoharjo mencapai lebih dari 100 orang.
Penjual jamu tradisional di Nguter sendiri bisa tetap lestari karena mereka melakukannya secara turun-temurun.
Tentu saja, hal ini juga tidak lepas dari tradisi minum jamu yang sudah dilakukan jauh sebelum Kerajaan Majapahit didirikan.
Menurut beberapa sumber, proses meracik jamu sudah berkembang sejak zaman Kerajaan Mataram Kuno.
Penemuan artefak cobek dan ulekan sebagai alat tumbuk jamu di situs arkeologi Liyangan, lereng Gunung Sindoro, Jawa Tengah, menguatkan keyakinan itu.
Selain artefak, sejumlah literasi juga mengisahkan tentang alat pembuatan jamu.
Hal itu terlihat pada relief Karmawibhangga di Candi Borobudur, serta relief di candi lain seperti Candi Prambanan dan Candi Brambang.
Awalnya, jamu diformulasikan oleh insan-insan kesehatan kerajaan di sekitar Gunung Perahu, Sumbing, Merapi, Sindoro, Merbabu, hingga Lawu.
Ini cukup masuk akal, mengingat di sanalah wilayah Kerajaan Mataram Kuno yang sempat berjaya pada abad ke-8 Masehi.
Kata jamu sendiri diyakini berasal dari bahasa Jawa Kuno, “Djampi” dan “Oesodo”.
Djampi artinya “penyembuhan,” sedangkan Oesodo artinya “kesehatan”.
Minuman berkhasiat khas Indonesia ini awalnya hanya dijadikan sebagai ramuan obat saja.
Namun, kini jamu tradisional telah banyak digunakan untuk meningkatkan stamina serta kesehatan pada umumnya.
Jamu dibuat dari bahan-bahan alami seperti akar tumbuhan, daun, batang dan buah, kemudian diracik menjadi serbuk atau minuman.
Biasanya, telur ayam kampung juga menjadi bahan campuran pada jamu gendong.
Terkadang jamu juga ditambahkan sedikit madu, agar tidak terlalu pahit saat diminum.
Pasar Jamu Nguter telah mengalami modernisasi.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bahkan telah mengusulkan pasar tersebut menjadi destinasi wisata jamu di Sukoharjo.
Pemerintah Sukoharjo pun menindaklanjutinya dengan membuka Kafe Jamu, yang sasarannya tak hanya orang tua tapi juga kawula muda.
Jamu yang dulu identik dengan rasa pahit, kini dikombinasi dengan selera anak muda dan anak-anak dengan rasa manis.
Kafe Jamu di Pasar Nguter Sukoharjo awalnya dikelola oleh perusahaan besar selama dua tahun, baru kemudian diserahkan kepada Kojai.
Bagi yang penasaran, kafe di Pasar Jamu Nguter Sukoharjo ini menawarkan berbagai jenis jamu, seperti:
Mengingat lahan untuk penanaman bahan baku terbatas, para pedagang di Pasar Nguter Sukoharjo mulai mendatangkan dari wilayah lain.
Banyak pedagang yang telah mengirim jamu kering baik ke Pulau Sumatra, Kalimantan, dan pulau lain di luar Jawa.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan bahkan meninjau pabrik produksi jamu Sabdo Palon yang ada di Nguter, Sukoharjo.
Ia berkomitmen menggencarkan promosi jamu ke berbagai negara melalui atase perdagangan dan Indonesian Trade Promotion Center (ITPC).
Pelestarian jamu warisan budaya leluhur pun dapat dilakukan dengan membiasakan masyarakat minum jamu setiap hari.
Jika tertarik untuk minum jamu dari pusatnya langsung, kamu bisa datang langsung ke Pasar Nguter Sukoharjo.