Pura Pulaki adalah pura kahyangan jagat yang terletak di Kabupaten Buleleng, Bali.
Â
Sekadar informasi, pura kahyangan jagat adalah pura-pura yang bersifat universal di mana seluruh umat bisa bersembahyang di dalam kompleksnya.
Â
Pemugaran besar-besaran yang dimulai pada tahun 1984 telah mengubah Pura Pulaki menjadi kawasan yang megah dan luas, memungkinkan persembahyangan bersama yang nyaman.
Â
Terletak di Teluk Pulaki, Pura Pulaki dibangun di lereng berbatu dekat pantai, menyuguhkan suasana alam yang indah.
Â
Pura ini menjadi tempat sembahyang warga dan tujuan wisata budaya yang menarik bagi turis domestik maupun mancanegara.
Â
Â
Â
Â
Alamat Pura Agung Pulaki: Jl. Singaraja-Gilimanuk, Banyupoh, Kec. Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Bali 81155.
Â
Berlokasi di tepi pantai Desa Banyupoh, Kecamatan Gerokgak, Pura Pulaki menawarkan keindahan alam dan nuansa spiritual.
Â
Terletak di lereng pegunungan berbatu yang dikelilingi semak-semak, pura ini menghadirkan pemandangan yang menarik.
Â
Dengan akses langsung dari jalan raya Singaraja-Gilimanuk, lokasi ini mudah dijangkau.
Â
Pengunjung Pura Pulaki bisa memanfaatkan area parkir yang luas dan tempat istirahat yang nyaman.
Â
Â
Â
Terletak di Pantai Pulaki dengan sumber mata air tawar melimpah, kawasan Pura Pulaki diduga telah menjadi tempat persinggahan manusia sejak berabad-abad lalu.
Â
Letaknya yang strategis menjadikannya tujuan bagi kapal dagang yang memerlukan pasokan air tawar selama pelayaran menuju Jawa atau Maluku.
Â
Bukti sejarah menunjukkan adanya aktivitas perdagangan barter, dengan gula dari nira lontar sebagai salah satu komoditas lokal.
Â
Data ini didukung oleh keberadaan pohon lontar yang masih tumbuh di sepanjang pantai dari Gilimanuk hingga Pulaki.
Â
Â
Pada tahun 1920, Pulaki mulai terbuka untuk aktivitas ekonomi setelah disewakan oleh pemerintah kolonial Belanda kepada seorang pengusaha Tionghoa bernama Ang Tek What.
Â
Kawasan ini kemudian dikembalikan kepada pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1950 dan sejak itu mengalami berbagai proses pemugaran.
Â
Pura Pulaki dan pesanakannya terus diperbarui untuk melestarikannya sebagai situs spiritual dan sejarah penting di kawasan ini.
Â
Baca juga: Ulasan Pura Beji Sangsit, Pura Suci & Indah di Bali Utara
Â
Â
Â
Pada tahun 1987, di sekitar kawasan Pura Pulaki, tepatnya di sekitar Pura Melanting, ditemukan beberapa alat perkakas yang terbuat dari batu, seperti batu picisan, kapak, dan alat-alat batu lainnya.
Â
Temuan ini memberikan petunjuk penting mengenai latar belakang pendirian Pura Pulaki.
Â
Dari segi tata letak dan struktur pura, dapat diduga bahwa Pura Pulaki awalnya terkait dengan sarana pemujaan masyarakat prasejarah.
Â
Bangunan berundak yang ada di kawasan ini kemungkinan merupakan bagian dari tradisi pemujaan yang berkembang di masa lalu, menggambarkan pentingnya lokasi tersebut sebagai tempat spiritual sejak zaman prasejarah.
Â
Â
Â
Â
Pura Pulaki memiliki sejarah yang erat kaitannya dengan perjalanan spiritual seorang resi bernama Dang Hyang Nirartha dari Blambangan, Jawa Timur, menuju Bali pada masa pemerintahan Dalem Cri Waturenggong (1460–1550 M).
Â
Berdasarkan berbagai informasi yang kami himpun, ada beberapa kisah mengenai asal usul Pura Pulaki. Berikut selengkapnya.
Â
Â
Dalam perjalanan spiritual Dang Hyang Nirartha, sang istri merasa lelah dan memilih menetap di Pulaki bersama anak-anaknya, sementara Dang Hyang Nirartha melanjutkan perjalanannya.
Â
Penantian yang ternyata sangat lama membuat sang istri merasa frustrasi. Ia memohon kepada Dewata agar dirinya dan seluruh rombongannya diberikan kesabaran yang abadi.
Â
Permohonan itu dijawab dengan syarat bahwa wujud mereka harus tetap terlihat oleh manusia. Tak lama, sambaran kilat dan suara guruh memecah keheningan, menandai momen transformasi mereka menjadi wong gamang, makhluk suci yang tak kasatmata.
Â
Dipercaya, tempat moksa sang istri kemudian menjadi lokasi berdirinya Pura Agung Pulaki.
Â
Baca juga: Pura Maduwe Karang: Sejarah, Desain Arsitektur, dan Lokasi
Â
Â
Pura Melanting di dekat Pura Agung Pulaki memiliki kisah yang tak terpisahkan dari perjalanan Dang Hyang Nirartha.
Â
Orang suci itu meninggalkan anak-anaknya di Desa Gading Wani saat melanjutkan perjalanannya ke Klungkung.
Â
Janji untuk segera kembali tidak terpenuhi, menyebabkan putrinya, Ida Ayu Swabhawa, diliputi amarah dan kekecewaan.
Â
Dalam kondisi ini, ia mengutuk dirinya sendiri bersama 8.000 pengikutnya menjadi wong samar, makhluk halus yang tak kasatmata.
Â
Â
Ida Ayu Swabhawa dan pengiringnya menetap di bawah pohon-pohon besar dengan sulur-sulur yang bergelayut, sebuah area yang kemudian menjadi lokasi Pura Melanting.
Â
Keberadaannya dipercaya sebagai pelindung pasar, dengan peran menjaga harmoni dalam transaksi jual-beli.
Â
Barang siapa yang melanggar etika dharma dalam berdagang akan mengalami gangguan dari Dewi Melanting dan pengikutnya.
Â
Sebaliknya, mereka yang berjualan dengan menjunjung nilai-nilai dharma akan mendapatkan perlindungan darinya.
Â
Â
Â
Pura Pulaki berfungsi sebagai tempat suci sejak prasejarah hingga tahun 1489, ketika kehadiran Dang Hyang Nirartha menyebabkan perubahan besar.
Â
Perubahan itu mencakup proses pralina Pura Pulaki, yang mengakibatkan tempat ini kosong selama lebih dari empat abad.
Â
Pralina adalah salah satu sifat kemahakuasaan Tuhan dalam Hindu yang bermakna peleburan. Dalam konteks ini, artinya pura tersebut "melebur" atau ditiadakan.
Â
Setelah peristiwa tersebut, Pura Pulaki menghilang dari penglihatan sekala (dunia kasat mata), dan daerah ini tidak dihuni hingga sekitar tahun 1920.
Â
Keberadaan Pura Pulaki, yang sempat hilang dari penglihatan, mencerminkan perjalanan panjang tradisi pemujaan di Bali, yang tetap hidup dalam ingatan dan kisah-kisah turun-temurun.
Â
Baca juga: Pura Dalem Jagaraga: Keindahan Tersembunyi di Bali Utara
Â
Â
Â
Pura Pulaki merupakan pusat dari rangkaian pura yang terletak di sekitarnya, mencakup Pura Kerta Kawat, Pura Melanting, Pura Pabean, dan Pura Pemuteran.
Â
Setiap pura dalam rangkaian ini memiliki peran penting dalam pelaksanaan upacara piodalan yang jatuh pada Purnamaning Kapat (hari perayaan umat Hindu yang jatuh pada malam bulan penuh).
Â
Upacara dimulai di Pura Pulaki, dilanjutkan ke Pura Melanting, lalu Pura Kerta Kawat, dan berakhir di Pura Pabean.
Â
Urutan ini mencerminkan hubungan erat antarpura yang saling mendukung dalam prosesi keagamaan yang dilaksanakan oleh umat Hindu di kawasan ini.
Â
Â
Â
Akses menuju Pura Pulaki terbilang mudah dengan jalanan yang sudah beraspal. Bagi yang ingin bepergian, bisa menggunakan kendaraan pribadi, mobil sewaan, hingga paket tur.
Â
Berikut estimasi waktu perjalanan menggunakan mobil menuju Pura Pulaki dari daerah wisata terkenal di Bali:
Â
Â
Â
Pura Agung Pulaki buka 24 jam.
Â
Harga tiket masuk:
Â
Â
Â
Â
Â